Sabtu, 15 Mei 2010

PENGUSAHA


Miftah Rohman, direktur PT Senatama Laboranusa, yang memroduksi dan menyediakan bahan kimia untuk pengolahan limbah cair dan minyak bumi, menyatakan: wirausahawan itu lebih hebat dan bermanfaat. “Pengusaha itu ngasih ilmu dan uang,” kata ahli kimia lulusan Institut Teknologi Bandung itu.


Produk kimia yang dihasilkannya sudah dipasok ke lebih dari 160 pabrik di seluruh Indonesia. Dengan jumlah karyawan sekitar 55 orang, kini ia memiliki sebuah pabrik berstandar Internasional ISO 9001:2000, di bilangan Cikarang, Jababeka.

Miftah adalah salah satui pengusaha yang tergolong unik. Ia mendirikan perusahaannya justru di saat krisis moneter melanda Indonesia (1997). Tentang suksesnya, ia menggambarkan diri begini: “Dulu, duduk di kursi plastik yang biasa buat undangan, sekarang ganti di kursi empuk,” katanya seraya tertawa sambil memutar kursinya. Lebih dari itu, ia ingin membangun dan menjadikan perusahaan sebagai tempatnya mengabdi kepada Allah.

*

Kisah Miftah hanya contoh yang diambil secara acak di antara begitu banyak pribadi-pribadi “istimewa” yang memiliki ciri-ciri serupa: cerdas melihat peluang, mandiri, gigih, sabar, inovatif, berani meninggalkan paradigma lama, pandai bersyukur, dan memiliki kesalehan sosial yang tinggi.
Mereka adalah para teladan, yang perjuangannya bisa dijadikan “cermin.” Di tengah beratnya beban dan rapuhnya kondisi seluruh bangsa kita kini, kehadiran dan kiprah mereka menjadi begitu penting, dan mereka menjadi nyala api harapan.

Sebagai para pengusaha yang sukses, merekalah pemegang “kunci emas” kebangkitan bangsa ini. Seperti dikatakan Wapres Jusuf Kalla, untuk menjadi bangsa yang maju dan dihormati bangsa lain, harus ada kemajuan ekonomi Indonesia. Sehingga, Indonesia bisa sepenuhnya melepaskan diri dari ketergantungan terhadap bangsa lain. “Karena itu, saya selalu mendorong agar kita semua menggunakan otak dan kedua tangan untuk bekerja, sekaligus menggerakkan semua sumber daya yang kita miliki.”

Usahawan Ciputra menyatakan, semangat kewirausahaan merupakan salah satu instrumen efektif untuk menghapus kemiskinan dan ketertinggalan sebuah bangsa. Para wirausahawan selalu membuka lapangan kerja, bukan mencari kerja. Mereka efektif menyerap lonjakan jumlah penganggur yang menggelisahkan bangsa. “Sudah saatnya kita berbicara dalam tataran kongkret. Kita letih kalau hanya omong-omong saja,” katanya.

*

Memang, menjadi pengusaha tidaklah mudah. Apalagi menjadi pengusaha sukses seperti Aburizal Bakrie, yang oleh majalah bisnis Forbes dinyatakan sebagai orang Indonesia terkaya – di antara 40 orang Indonesia paling kaya lainnya – yang kekayaannya sekitar Rp 50 trilyun. Lebih sulit lagi, menjadi pengusaha sukses yang memiliki kepedulian tinggi terhadap perbaikan nasib bangsa.

Kita mengharapkan lahirnya semakin banyak pengusaha di negeri ini. Pengusaha yang, seperti dikatakan Miftah Rohman, “ngasih ilmu dan uang.” Pengusaha yang tidak serakah dan tidak hanya menimbulkan kerusakan di muka bumi. Pengusaha yang, “tidak terlengahkan oleh perniagaan dan jual-beli sehingga lupa mengingat Allah,” ( S. An-Nur: 37).